-->

Friday, October 14, 2016

Being Marriage - Lesson Learned (Part I) : Caring & Loving




Alhamdulillah, 4 september 2016 saya resmi menikah dengan pria yang saya pernah singgung dan bahas di posting-posting sebelumnya.
Sebelum menikah, saya dan suaminya sudah sama-sama biasa hidup mandiri. saya sudah 6 tahun ngekos, dan suami saya sudah biasa tinggal sendiri dirumahnya tanpa pembantu. "Engga akan sulit kan kalau nanti harus menikah dan hidup mandiri berdua?", kira-kira begitulah yang ada dipikiran saya. Toh kami sudah biasa mengatur hidup kami masing-masing. 




2 minggu pertama di pernikahan kami sangat lancar, ya karena minggu pertama kami honeymoon dan minggu kedua suami saya dapet tugas keluar kota yang berarti kami belum pernah tinggal bersama dirumah kami. Di minggu ketiga juga sama ko, semua tetap baik2 saja. Semua aktivitas harian di rumah bisa kami selesaikan. Dari mulai beres2 rumah (ya seadanya), nyuci (ada beberapa pakaian yg kami memilih mencuci sendiri daripada laundry), sampai akhirnya berangkat kantor. Yap, kami biasanya sarapan masing-masing karena lokasi kantor saya yang jauh dr rumah dan kantor saya yang juga jauh dari kantor masnya, sehingga kami tidak pernah sempat sarapan bersama. Oke koreksi, kami nyemil oat krunch ko di mobil (keitung sarapan ga ya?).  Setelah jam pulang kantor, biasanya saya berkunjung ke kantor suami (karena dia pulang lebih malam) dan akhirnya makan malem bersama sebelum pulang kerumah.

Kira-kira aktivitas seperti itu rutin kami jalankan selama kurang lebih 1 minggu. ga ada bedanya ko menikah dan belum menikah, toh aktivitas harian saya tetap sama seperti itu, sama seperti belum punya suami. Bahkan kebiasaan saya berpergian di jam istirahat kantor masih saya lakukan seperti biasa, dan hal ini sempet ditanyakan oleh suami saya: "ko pergi sendirian", yang langsung saya jawab: "biasanya juga gitu, gapapa ko biar cepet kalo bawa temen suka lama". perbedaanya cuma jarak dari rumah menuju kantor menjadi 2 kali lipat aja, hehehe. 

Dan ternyata, mungkin sikap saya ini membawa saya pada pelajaran pertama yang berharga dalam pernikahan kami.


--------
Hari itu hari sabtu, suami saya kebetulan ada keperluan yg mewajibkan dia masuk kantor. Otomatis saya harus sendirian dirumah. Tapi kebetulan hari itu saya harus fitting baju yang baru dijahit, sehingga saya memutuskan untuk ikut dengan suami saya terlebih dahulu. Sebenarnya rencana ini sudah kami persiapkan dari malam harinya. Tapi, dipagi hari entah kenapa saya labil dan memutuskan untuk fitting di sore hari. Selain karena pagi hari suami saya gabisa anter ke lokasi, saya juga agak lelah karena itu minggu pertama saya harus menempuh perjalanan rumah - kantor yang cukup melelahkan. 

Bukan berarti ga jadi fitting saya gajadi keluar rumah. Saya tetep keluar, ke borma hehehe. Karena jalan menuju borma searah dengan kantor suami, jadi sekalianlah kami berangkat bareng. 
Sampai di borma, saya berkeliling mencari barang yang saya mau beli, dan ternyata tidak ada. Tumben sekali, padahal saya cuma cari oatmeal yg biasa ada di minimarket sekalipun. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari supermarket lain, ada Carefour dan Griya. Akan tetapi, karena masih jam 9 pagi saya meragukan Carefour sudah buka. Setelah berdiskusi dengan suami (iya, saya segala sesuatu pasti galau, termasuk galau mau ke carefour atau griya hehehe), akhirnya saya memutuskan naik gojek karena kalau ternyata Carefour belum buka, saya bisa lanjut ke Griya yang letaknya tidak begitu jauh dari Carrefour. Dan ternyata tepat sekali  dugaan saya, Carrefournya masih tutup (padahal di websitenya bilang buka jam 9 loh). Saya pun melanjutkan perjalanan saya dengan gojek menuju Griya. 

Ditengah perjalanan saat gojek saya putar balik, saya yang waktu itu mengenakan jumpsuit berpotongan lebar dan sendal jepit sedikit merasa terdorong, rupanya karena sendal saya copot sebelah, dan otomatis badan saya agak sedikit menunduk. Dan dalam hitungan detik, celana saya yang berpotongan lebar pun masuk kedalam jari-jari motor. Saat itu saya berteriak berusaha menghentikan supir gojek. Namun, mungkin memang sudah rencana Allah, tukang gojek tetap mengendarai motornya, dan dalam hitungan detik saya terbanting dari gojek. 

Saat itu dengan kondisi masih shock dan sulit berdiri, saya melihat kaki saya sudah lecet sana sini. saya mencoba berdiri, namun kaki saya sulit untuk digerakan. orang-orang pun  mulai berdatangan, ada yang hanya menonton, dan alhamdulillah ada juga yang mencoba membantu saya berdiri dan berpindah tempat, membelikan minum, dan membawakan obat-obatan. Stelah saya merasa cukup tenang, saya langsung menelpon suami, dan suamipun langsung meninggalkan pekerjaannya, menjemput saya. 

Satu sampai dua hari, saya masih bisa berjalan kaki. Saya bahkan masih bisa jalan-jalan, belanja, masak, dan lainnya. Namun dihari ketiga, kaki saya mulai bengkak, dan sulit untuk digerakan. Bahkan hanya untuk berpindah posisi dari kamar ke ruang keluargapun saya harus minta tolong sambil meringis dan menahan sakit luar biasa. Yap, akhirnya kemana-mana ya saya harus mengandalkan suami. Mengganti perban, membeli makan,  bangun dari tempat tidur, sampai ke kamar mandi saya lakukan semua dengan bantuan suami.

Karena kondisi yang semakin menyulitkan saya beraktivitas, otomatis pekerjaan rumah juga ikut terbengkalai. Ada perasaan tidak enak karena keperluan suami jadi gabisa saya lakukan, misalnya saja seperti mencuci dan menyetrika baju.  

saya : "by, udah nanti aku aja yang nyuci simpen dulu aja" 
suami : "gapapa, aku udah biasa ko nyuci, kamu istirahat aja" 

--- 

saya : "by,itu bajunya agak kusut aku setrika dulu" 
suami : "gapapa, aku sebelum nikah jg bajunya gini ko gakenapa-kenapa bagus-bagus aja" 

Rasanya bersyukur banget punya suami pengertian kaya gini. Bukan hanya karena dengan ikhlasnya membantu pekerjaan istrinya, tapi juga bisa mencoba menenangkan perasaan istrinya yang ga enak karena gabisa menjalankan kewajiban sebagai istri. 

Dan puncaknya perasaan makin bersyukur itu terjadi dihari keempat.  Semaleman saya demam dan kaki saya semakin bengkak. Bangun tidur kaki saya benar-benar sulit digerakan, sekedar menapakan kaki kelantai aja sakitnya luar biasa. dan sampai akhirnya saya merasa gakuat, dan memeluk suami, nangis.  Saat itu saya merasa dalam titik terlemah selama saya menikah. Saya yang sudah terbiasa melakukan hal ini itu sendiri, tiba-tiba tidak bisa melakukan apa-apa. Benar-benar butuh suami. Suami cuma memeluk saya sambil mencoba meyakinkan bahwa tidak akan apa-apa. dan mengeluarkan kalimat yang akhirnya menjadi favorite saya, 

"sini aku bantu ya" 

dan seketika saya merasa tenang.



-------------------------
Mungkin benar saya terlalu merasa bisa mandiri, merasa segal sesuatu bisa saya lakukan sendiri tanpa perlu dibantu, egois memang.
Sampai Allah memberikan saya pelajaran untuk mengingatkan saya untuk kembali ke kodrat saya sebagai seorang wanita yang sudah bersuami dan berkeluarga.


"laki-laki (suami) itu pelindung bagi oerempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya". (Q.S An- Nisa:34)




PS: 
Dear suami, 
terimakasih sudah memberikan pelajaran pertama dalam satu bulan pernikahan kita dengan cara yang sangat baik. terimakasih sudah menjadi suami siaga, dan suami terbaik, ya by.  



your wife.






No comments:

Post a Comment